Panduan Cara Menghitung Cicilan KPR Perbulan dengan Mudah

Daftar Isi
Membeli rumah dengan cara Kredit Pemilikan Rumah (KPR) merupakan pilihan paling populer bagi banyak masyarakat Indonesia. Dengan KPR, kamu tidak perlu menyiapkan dana ratusan juta sekaligus, melainkan cukup membayar cicilan per bulan sesuai kemampuan finansial.
Namun, sebelum mengajukan KPR, penting sekali untuk mengetahui cara menghitung cicilan KPR per bulan agar kamu bisa merencanakan keuangan dengan matang dan menghindari risiko gagal bayar di kemudian hari.
Artikel ini akan membahas secara lengkap dan mudah dipahami tentang apa itu KPR, jenis bunganya, hingga langkah-langkah menghitung cicilan KPR per bulan, baik secara manual maupun menggunakan kalkulator online.
Apa Itu KPR
KPR (Kredit Pemilikan Rumah) adalah fasilitas pinjaman dari bank atau lembaga keuangan untuk membantu masyarakat membeli rumah dengan sistem pembayaran bertahap. Biasanya, pembeli membayar uang muka down payment (DP) di awal, dan sisanya dibayar melalui cicilan bulanan dalam jangka waktu tertentu bisa 10, 15, hingga 20 tahun.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) kuartal IV/2019, sekitar 72% pangsa pasar pembiayaan residensial yang menggunakan kredit pemilikan rumah (KPR). Angka ini jauh lebih besar daripada menggunakan cicilan bertahap ke pengembang, sebesar 20 persen, dan 8 persen menggunakan tunai.
Jenis-Jenis Bunga pada KPR
Sebelum menghitung cicilan, kamu perlu memahami jenis bunga yang digunakan oleh pihak bank. Setidaknya ada tiga tipe utama bunga dalam KPR, yaitu:
1. Bunga Flat (Fixed Rate)
Bunga flat memiliki jumlah cicilan tetap dari bulan pertama hingga terakhir. Perhitungannya sederhana dan cocok untuk mereka yang ingin cicilan stabil setiap bulan. Biasanya, jenis ini digunakan pada KPR subsidi atau masa promo bunga tetap (misalnya 3 tahun pertama).
contoh cara menghitung KPR fixed rate:
A ingin meminjam Rp300 juta untuk membeli rumah dengan bunga tetap 5% per bulan. Adapun tenornya selama 10 tahun atau 120 bulan. Dengan begitu, perhitungan cicilan KPR menjadi seperti ini:
Cicilan pokok = Rp300.000.000 / 120 = Rp2.500.000
Cicilan bunga per bulan = Rp300.000.000 x 5% x 10 / 120 = Rp1.250.000
Total cicilan KPR per bulan = Rp2.500.000 + Rp1.250.000 = Rp3.750.000
Jadi, A harus membayar Rp3.750.000 setiap bulannya selama 10 tahun.
2. Bunga Floating Rate
Bunga floating rate atau bunga mengambang. Jenis bunga ini sifatnya tidak tetap, karena bisa berubah mengikuti kondisi pasar. Suku bunga floating cukup berisiko karena jumlah cicilan bisa naik atau turun setiap bulannya. Kalau suku bunga pasar turun, cicilan bulanan kamu juga ikut berkurang, Namun jika suku bunga pasar naik, maka cicilan bulananmu juga bertambah.
Itulah mengapa, KPR dengan bunga floating cocok untuk kamu yang siap menghadapi perubahan cicilan setiap bulan.
Perhitungan cicilan KPR dengan sistem bunga mengambang dilakukan secara berkala, mengikuti perubahan suku bunga pasar. Agar lebih mudah, simak contoh berikut ini:
Contoh Kasus: B meminjam Rp300 juta untuk membeli rumah dengan bunga tetap 5% di tahun pertama dan tenor selama 10 tahun (120 bulan). Selama tahun pertama, cicilan yang harus dibayar sama seperti contoh fixed rate, yaitu: Rp3.750.000 per bulan. Namun, mulai tahun kedua, bunga menjadi floating mengikuti pasar, misalnya naik menjadi 8%.
Rumus Perhitungan Floating Rate
Cicilan bunga per bulan = Rp300.000.000 × 8% × 10 / 120 = Rp2.000.000
Total cicilan per bulan = cicilan pokok + cicilan bunga = Rp2.500.000 + Rp2.000.000 = Rp4.500.000
Jadi, di tahun kedua, B harus membayar Rp4.500.000 per bulan. Untuk tahun-tahun berikutnya, jumlah cicilan akan terus dihitung ulang mengikuti tren suku bunga pasar.
3. Bunga Capped Rate
Suku bunga capped mengikuti pergerakan pasar, tapi dengan batas maksimal tertentu yang sudah ditentukan bank. Contohnya: Jika suku bunga pasar berada di angka 8,75%, bank bisa saja menetapkan batas maksimal bunga di 10,5%.
Artinya, meskipun suku bunga pasar naik sampai 12%, cicilan kamu tidak akan melebihi batas 10,5%. Dengan begitu, kamu tetap diuntungkan ketika bunga pasar turun, dan terlindungi saat bunga naik terlalu tinggi.
Cara Menghitung KPR Capped Rate
Perhitungan bunga capped rate mirip seperti floating rate, hanya saja kamu perlu memperhatikan batas maksimal suku bunga. Contoh Kasus:
C meminjam Rp300 juta dengan bunga tetap 5% di tahun pertama dan tenor 10 tahun (120 bulan). Bank menetapkan batas bunga maksimal 10%. Di tahun pertama, cicilan tetap sama, yaitu Rp3.750.000 per bulan. Jika di tahun berikutnya suku bunga pasar berada di bawah 10%, maka perhitungan mengikuti bunga pasar. Namun jika suku bunga naik di atas 10%, maka perhitungannya menggunakan batas maksimal 10%.
Rumus Perhitungan Capped Rate
Cicilan bunga per bulan = Rp300.000.000 × 10% × 10 / 120 = Rp2.500.000
Total cicilan per bulan = cicilan pokok + cicilan bunga = Rp2.500.000 + Rp2.500.000 = Rp5.000.000
Jadi, meskipun suku bunga pasar naik di atas 10%, C tetap hanya perlu membayar Rp5.000.000 per bulan, karena sudah dibatasi oleh kebijakan bank.
Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Cicilan KPR
Besar kecilnya cicilan KPR yang harus kamu bayar setiap bulan tidak hanya ditentukan oleh harga rumah. Ada beberapa faktor penting yang berpengaruh, dan sebaiknya kamu pahami sebelum mengajukan kredit ke bank. Berikut penjelasannya:
1. Jumlah Uang Muka (DP)
Semakin besar uang muka yang kamu bayarkan, semakin kecil pinjaman yang perlu dicicil. Misalnya, harga rumah Rp600 juta dengan DP 20% berarti kamu hanya meminjam Rp480 juta. Tapi kalau DP-nya hanya 10%, maka pinjaman naik jadi Rp540 juta — dan otomatis cicilan bulanan juga lebih besar.
2. Suku Bunga KPR
Ini faktor yang paling besar pengaruhnya. Suku bunga berbeda di setiap bank, dan bisa berubah mengikuti kondisi ekonomi nasional. Saat suku bunga acuan Bank Indonesia naik, biasanya bunga KPR ikut naik, sehingga cicilan per bulan pun bertambah. Kamu perlu memperhatikan jenis bunga yang digunakan apakah fixed, floating, atau capped rate karena masing-masing punya risiko dan manfaat berbeda.
3. Tenor atau Lama Kredit
Tenor menentukan berapa lama kamu akan mencicil rumah.
- Jika tenor panjang (misalnya 20 tahun), maka cicilan per bulan jadi lebih ringan, tapi total bunga yang dibayar lebih besar.
- Jika tenor pendek (misalnya 10 tahun), cicilan bulanan lebih besar, tapi total bunga lebih kecil.
Pilihlah tenor yang paling sesuai dengan kemampuan penghasilan bulananmu.
4. Harga Properti dan Jumlah Pinjaman
Tentu saja, semakin mahal rumah yang kamu beli, semakin besar pula pinjaman dan cicilan yang harus dibayar.
Sebelum memutuskan membeli rumah, pastikan harga properti masih masuk dalam batas aman penghasilanmu — idealnya, total cicilan bulanan tidak melebihi 30–35% dari total pendapatan keluarga.
5. Jenis KPR yang Dipilih
Ada dua jenis utama KPR, yaitu KPR subsidi (biasanya untuk rumah sederhana dengan bunga rendah dari pemerintah) dan KPR non-subsidi (komersial).
KPR subsidi memiliki bunga tetap dan ringan, cocok untuk pembeli rumah pertama. Sementara KPR komersial bunganya mengikuti pasar dan bisa berubah dari waktu ke waktu.
6. Biaya Tambahan dan Asuransi
Jangan lupa, selain cicilan pokok dan bunga, kamu juga akan membayar biaya tambahan seperti asuransi jiwa dan kebakaran, biaya administrasi bank, serta provisi kredit. Semua biaya ini bisa memengaruhi jumlah cicilan keseluruhan per bulan.
Menghitung cicilan KPR per bulan bukan hal sulit jika kamu memahami konsep dasarnya. Kamu hanya perlu tahu tiga komponen utama: jumlah pinjaman, bunga, dan tenor. Dengan rumus sederhana atau kalkulator online, kamu bisa memprediksi besar cicilan dan menyesuaikannya dengan kemampuan finansial.
Ingat, membeli rumah lewat KPR adalah komitmen jangka panjang. Jangan hanya tergiur oleh bunga rendah di awal, tapi pastikan kamu juga memahami perhitungan total biaya dan risikonya. Jika dilakukan dengan perencanaan matang, KPR bisa menjadi jalan cerdas untuk mewujudkan impian memiliki rumah sendiri tanpa memberatkan keuangan keluarga.
Kategori

Blog Writer