Perbedaa SHM dan HGB, Kenali Hak Kepemilikan Tanah Sebelum Membeli Rumah

Daftar Isi
Ketika membeli rumah atau tanah, kamu pasti sering mendengar istilah SHM (Sertifikat Hak Milik) dan HGB (Hak Guna Bangunan). Kedua jenis sertifikat ini sama-sama merupakan bukti kepemilikan properti, namun memiliki status hukum dan jangka waktu yang berbeda. Mengetahui perbedaan SHM dan HGB sangat penting agar kamu tidak salah langkah saat berinvestasi atau membeli rumah.
Berikut penjelasan lengkap tentang perbedaan SHM dan HGB, mulai dari pengertian, hak yang diberikan, masa berlaku, hingga kelebihan dan kekurangannya.
Apa Itu SHM (Sertifikat Hak Milik)
SHM atau Sertifikat Hak Milik adalah bukti kepemilikan tanah paling kuat dan penuh yang diakui oleh hukum Indonesia. Artinya, pemegang SHM memiliki hak penuh atas tanah tersebut tanpa batas waktu. Tanah dengan status SHM bisa dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI) secara turun-temurun.
Dengan SHM, pemilik dapat menggunakan, memanfaatkan, mengalihkan, bahkan menjadikan tanah tersebut sebagai agunan ke bank. Berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Selain itu, properti dengan status SHM biasanya punya nilai jual lebih tinggi dan lebih mudah proses legalitasnya di mata bank atau notaris. Dan juga memiliki nilai tinggi untuk pinjaman jaminan sertifikat rumah.
Apa Itu HGB (Hak Guna Bangunan)
HGB atau Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah milik negara, pihak lain, atau badan hukum dalam jangka waktu tertentu. Artinya, seseorang atau perusahaan tidak memiliki tanahnya, melainkan hanya memiliki hak untuk membangun dan memanfaatkan lahan tersebut.
HGB banyak digunakan pada properti komersial seperti apartemen, perkantoran, ruko, hingga perumahan yang dikembangkan pengembang besar. Dasar hukum HGB Tertuang dalam Pasal 35 UUPA dan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai.
Umumnya, HGB diberikan dengan durasi awal selama 30 tahun, dan bisa diperpanjang hingga 20 tahun atau lebih sesuai aturan yang berlaku. Tapi tetap saja, ada batas waktu yang harus diperpanjang secara berkala jika kamu masih ingin menggunakan lahan itu.
Properti dengan status HGB sering dijumpai pada:
- Apartemen dan rumah susun
- Perumahan dari developer
- Ruko atau kios di kawasan komersial
Nah, karena status tanahnya bukan milik pribadi sepenuhnya, nilai jual properti HGB biasanya lebih rendah dibanding SHM. Selain itu, untuk proses jual-beli atau mengajukan KPR, kadang bank lebih selektif kalau status propertinya masih HGB.
Perbedaan Hak Guna Bangunan dan SHM
Berikut perbedaan antara Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM). Meskipun keduanya sama-sama berkaitan dengan kepemilikan properti, tapi status hukumnya berbeda cukup signifikan.
Aspek | SHM (Sertifikat Hak Milik) | HGB (Hak Guna Bangunan) |
Status Kepemilikan | Kepemilikan penuh atas tanah dan bangunan | Hanya memiliki bangunan, bukan tanah |
Pemilik yang Diizinkan | Hanya WNI | WNI dan badan hukum (seperti PT, koperasi) |
Masa Berlaku | Tidak terbatas (selamanya) | Maksimal 30 tahun, dapat diperpanjang dan diperbaharui |
Tanah Milik | Milik pribadi/pemegang sertifikat | Milik negara atau pihak lain |
Biaya Perpanjangan | Tidak perlu diperpanjang | Wajib diperpanjang sesuai masa berlaku |
Hak Turun-Temurun | Bisa diwariskan tanpa batas waktu | Tidak otomatis diwariskan, harus diperpanjang kembali |
Nilai Investasi | Lebih tinggi karena kepemilikan penuh | Lebih rendah karena ada batas waktu |
Kredit Bank | Lebih mudah dijadikan agunan | Bisa dijaminkan, tapi nilai pinjaman lebih rendah |
Risiko Kepemilikan | Rendah, karena hak penuh | Cukup tinggi jika masa HGB habis dan tidak diperpanjang |
Apakah HGB Bisa Diubah Menjadi SHM?
Pertanyaan ini cukup sering muncul, terutama dari pemilik properti yang memiliki status Hak Guna Bangunan (HGB) dan ingin memperoleh kepemilikan penuh atas tanah tersebut. Jawabannya adalah bisa, asalkan memenuhi syarat dan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Syarat Umum yang Harus Dipenuhi:
- Pemohon adalah Warga Negara Indonesia (WNI).
- Tanah tersebut digunakan untuk hunian (bukan untuk kepentingan komersial).
- Status tanah HGB berdiri di atas tanah negara atau bekas tanah adat.
Jika semua syarat terpenuhi, kamu bisa mengajukan permohonan peningkatan hak ke kantor BPN setempat. Prosesnya meliputi:
- Mengisi formulir permohonan.
- Melampirkan dokumen lengkap (fotokopi KTP, sertifikat HGB, bukti bayar PBB, dan lainnya).
- Membayar biaya administrasi.
- Menunggu proses pemeriksaan dan terbitnya SHM baru.
Waktu proses bisa bervariasi, tergantung daerah dan kelengkapan dokumen. Tapi secara umum, ini adalah langkah legal yang layak dipertimbangkan, terutama kalau kamu berencana menggunakan properti itu dalam jangka panjang atau untuk diwariskan.
Perbedaan utama antara SHM dan HGB terletak pada kepemilikan tanah dan jangka waktunya. SHM memberikan hak penuh dan permanen kepada pemilik, sedangkan HGB hanya memberikan hak untuk mendirikan bangunan dalam waktu tertentu.
Bagi kamu yang berencana membeli rumah untuk hunian jangka panjang, SHM adalah pilihan terbaik karena lebih aman dan memiliki nilai investasi tinggi. Namun, jika tujuannya untuk usaha atau properti komersial, HGB tetap menjadi pilihan yang sah dan efisien.
Dengan memahami perbedaan SHM dan HGB secara menyeluruh, kamu bisa mengambil keputusan properti yang lebih bijak dan sesuai kebutuhan.
Kategori

Blog Writer